Tawa Tya yang Terkembang
Ini adalah sebuah kisah seorang remaja yang dalam hidupnya selalu dalam keprihatinan saat menjalin hubungan “pacaran” dengan seorang cowok. Tya merupakan anak yang terlahir dari pasangan Bapak
Karimun dan Ibu Rahayu. Tya merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tya punya adik yang bernama Tina. Dulunya Tya merupakan perempuan kecil yang lugu yang tersimpul dari tingkah lakunya. Komponen zaman, detik, menit, jam mulai berganti gadis lugu ini mulai mengenal yang namanya cinta. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan cinta itu???? CINTA adalah sesuatu yang abstrak yang selama ini sedang dirasakan gadis kecil itu. Gadis kecil itu hanya berpikiran bahwa cinta itu indah, padahal yang namanya cinta itu tidak selamanya indah. Gadis kecil itu mulai menjamah kata-kata cinta itu pada saat dia kelas IV SD, yang biasa kita kenal cinta monyet. Saat itu dia mungkin sedang dalam masa perkembangan menuju dewasa, dia sampai membayangkan bagaimana seandainya dia menjadi pacar cowok itu. Cowok pertama yang masih teringat kuat dalam pikiran gadis kecil itu bernama Tangkas. M, dan biasa dipanggil oleh teman-temannya dengan nama Tatang. Gadis kecil itu kelas empat SD sedangkan si Tatang kelas enam SD. Waktu semakin berlalu hingga tibalah saatnya Tatang meninggalkan SD tersebut untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu SMP. Setelah masuk SMP hilanglah sudah rasa yang dimiliki oleh Tya gadis kecil yang baru mengenal cinta. Waktupun mulai berjalan tak terasa, sekarang Tya telah menjadi gadis dewasa. Dia sudah masuk SMA. Dia sekarang menjadi semakin dewasa dan dengan kedewasaannya dia berusaha menjadi yang terbaik diantara teman-teman sekelasnya agar bisa membahagiakan kedua orang tuanya. Gadis kecil itu benar-benar fokus dalam dunia pendidikan, bahkan sampai tidak ada kata pacaran maupun cowok yang terbersit di pikirannya, yang ada di pikiran Tya saat itu hanyalah belajar, belajar, dan belajar. Masuklah saatnya Tya ke jenjang pendidikan SMA. Saat di SMA Tya sudah benar-benar dewasa, dan dia pun sudah mulai dihinggapi rasa cinta kepada seorang cowok. Tapi lagi-lagi Tya berpikir panjang apa manfaatnya berpacaran. Tya berpikir kalau pacaran hanya akan merusak konsentrasi belajarnya. Kata yang slalu diucapkan kedua orang tua dan eyang Tya “ Nduk, nek sekolah sing tenanan ojo mikir pacaran disik, mengko ndak sekolahe keganggu”. Kata-kata itulah yang menjadi prinsip dalam hidup Tya dan bahkan dipegang teguh olehnya. Tya merasa bahwa segala fasilitas dan biaya pendidikan yang Tya gunakan bersumber dari kedua orang tuanya. Mengingat orangtua Tya yang kehidupan sehari-harinya cukup sederhana, bapaknya hanya sebagai seorang buruh, ibunya hanya seorang ibu rumah tangga, maka Tya harus tahu diri bagaimana orangtuanya bersusah payah untuk mendapatkan penghasilan guna mencukupi kebutuhan anak-anaknya terutama kebutuhan pendidikan. Saat-saat yang tidak terlupakan oleh Tya adalah tragedi pada Bulan Juni, pada saat Ujian Nasional Tya juga mengalami ujian kehidupan yang sangat berat, dia kecelakaan sehingga mengakibatkan koma selama satu hari. Saat koma dia dirawat di salah satu rumah sakit besar dan biaya pengobatannya cukup besar pula. Untuk biaya pengobatan, orangtua Tya harus menjual tanah milik keluarganya. Selang beberapa hari Tya sadar dari koma dan beberapa hari selanjutnya kondisi Tya sudah mulai stabil. Akhirnya Tya mengikuti ujian susulan, walaupun dia tes dalam keadaan yang belum benar-banar fit, tetapi dia mampu mencetak prestasi yang bisa dikatakan sangat memuaskan. Dia memperoleh paralel tiga dari sekian ratus siswa di SMAnya. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi orang tua Tya, guru, dan Tya sendiri. Pada saat ujian dan pengumuman telah diketahui satu hal yang masih terpikirkan dalam benak Tya. Pikiran itu tidak jauh adalah masalah kelanjutan studinya. Tya dilema antara dua pilihan, mau melanjutkan kuliah atau berhenti dulu untuk bekerja. Dua hal ini sempat membuat Tya setres, dan pada keadaan yang seperti itu datanglah seorang guru BK pada Tya yang sering dipanggil dengan panggilan Bu Farla untuk menanyakan mau kemana akan melanjutkan studinya. Percakapan antara dua orang ini terlihat bahwa seorang guru memiliki harapan besar kepada peserta didiknya yang berpotensi agar melanjutkan ke perguruan tinggi walaupun sedang dalam dua situasi yang butuh pemikiran yang matang, yaitu dilema antara bekerja atau melanjutkan kuliah. Guru BK ini bertanya pada si Tya.
Karimun dan Ibu Rahayu. Tya merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tya punya adik yang bernama Tina. Dulunya Tya merupakan perempuan kecil yang lugu yang tersimpul dari tingkah lakunya. Komponen zaman, detik, menit, jam mulai berganti gadis lugu ini mulai mengenal yang namanya cinta. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan cinta itu???? CINTA adalah sesuatu yang abstrak yang selama ini sedang dirasakan gadis kecil itu. Gadis kecil itu hanya berpikiran bahwa cinta itu indah, padahal yang namanya cinta itu tidak selamanya indah. Gadis kecil itu mulai menjamah kata-kata cinta itu pada saat dia kelas IV SD, yang biasa kita kenal cinta monyet. Saat itu dia mungkin sedang dalam masa perkembangan menuju dewasa, dia sampai membayangkan bagaimana seandainya dia menjadi pacar cowok itu. Cowok pertama yang masih teringat kuat dalam pikiran gadis kecil itu bernama Tangkas. M, dan biasa dipanggil oleh teman-temannya dengan nama Tatang. Gadis kecil itu kelas empat SD sedangkan si Tatang kelas enam SD. Waktu semakin berlalu hingga tibalah saatnya Tatang meninggalkan SD tersebut untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu SMP. Setelah masuk SMP hilanglah sudah rasa yang dimiliki oleh Tya gadis kecil yang baru mengenal cinta. Waktupun mulai berjalan tak terasa, sekarang Tya telah menjadi gadis dewasa. Dia sudah masuk SMA. Dia sekarang menjadi semakin dewasa dan dengan kedewasaannya dia berusaha menjadi yang terbaik diantara teman-teman sekelasnya agar bisa membahagiakan kedua orang tuanya. Gadis kecil itu benar-benar fokus dalam dunia pendidikan, bahkan sampai tidak ada kata pacaran maupun cowok yang terbersit di pikirannya, yang ada di pikiran Tya saat itu hanyalah belajar, belajar, dan belajar. Masuklah saatnya Tya ke jenjang pendidikan SMA. Saat di SMA Tya sudah benar-benar dewasa, dan dia pun sudah mulai dihinggapi rasa cinta kepada seorang cowok. Tapi lagi-lagi Tya berpikir panjang apa manfaatnya berpacaran. Tya berpikir kalau pacaran hanya akan merusak konsentrasi belajarnya. Kata yang slalu diucapkan kedua orang tua dan eyang Tya “ Nduk, nek sekolah sing tenanan ojo mikir pacaran disik, mengko ndak sekolahe keganggu”. Kata-kata itulah yang menjadi prinsip dalam hidup Tya dan bahkan dipegang teguh olehnya. Tya merasa bahwa segala fasilitas dan biaya pendidikan yang Tya gunakan bersumber dari kedua orang tuanya. Mengingat orangtua Tya yang kehidupan sehari-harinya cukup sederhana, bapaknya hanya sebagai seorang buruh, ibunya hanya seorang ibu rumah tangga, maka Tya harus tahu diri bagaimana orangtuanya bersusah payah untuk mendapatkan penghasilan guna mencukupi kebutuhan anak-anaknya terutama kebutuhan pendidikan. Saat-saat yang tidak terlupakan oleh Tya adalah tragedi pada Bulan Juni, pada saat Ujian Nasional Tya juga mengalami ujian kehidupan yang sangat berat, dia kecelakaan sehingga mengakibatkan koma selama satu hari. Saat koma dia dirawat di salah satu rumah sakit besar dan biaya pengobatannya cukup besar pula. Untuk biaya pengobatan, orangtua Tya harus menjual tanah milik keluarganya. Selang beberapa hari Tya sadar dari koma dan beberapa hari selanjutnya kondisi Tya sudah mulai stabil. Akhirnya Tya mengikuti ujian susulan, walaupun dia tes dalam keadaan yang belum benar-banar fit, tetapi dia mampu mencetak prestasi yang bisa dikatakan sangat memuaskan. Dia memperoleh paralel tiga dari sekian ratus siswa di SMAnya. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi orang tua Tya, guru, dan Tya sendiri. Pada saat ujian dan pengumuman telah diketahui satu hal yang masih terpikirkan dalam benak Tya. Pikiran itu tidak jauh adalah masalah kelanjutan studinya. Tya dilema antara dua pilihan, mau melanjutkan kuliah atau berhenti dulu untuk bekerja. Dua hal ini sempat membuat Tya setres, dan pada keadaan yang seperti itu datanglah seorang guru BK pada Tya yang sering dipanggil dengan panggilan Bu Farla untuk menanyakan mau kemana akan melanjutkan studinya. Percakapan antara dua orang ini terlihat bahwa seorang guru memiliki harapan besar kepada peserta didiknya yang berpotensi agar melanjutkan ke perguruan tinggi walaupun sedang dalam dua situasi yang butuh pemikiran yang matang, yaitu dilema antara bekerja atau melanjutkan kuliah. Guru BK ini bertanya pada si Tya.
B. Farla: “ Tya diri mu mau melanjutkan ke Universitas mana nak?”
Tya : “………………………………………(diam sejenak)”
B. Farla: “ Kok diam?,ada apa nak?”
Tya : “ Begini bu, dalam hati saya sebenarnya saya ingin melanjutkan kuliah, tapi melihat kondisi ekonomi keluarga saya yang seperti itu apakah saya tega, apakah saya mampu untuk memenuhi keinginan saya untuk tetap kuliah, padahal saya masih memiliki seorang adik yang masih mengenyam bangku pendidikan juga? ”
B. Farla: “ Memangnya kamu berkeinginan melanjutkan ke Universitas mana nak?”
Tya : “ Ke UNS bu pinginnya yang terjangkau dan Negeri pula.”
B. Farla : “Oalah kalau gitu ngapa kamu gak ikut PMDK aja?”
Tya : “ Memangnya PMDK di UNS masih ada ya bu?”
B. Farla : “Masih, coba kau ikut jalur itu, siapa tahu nasib mu di situ nduk.”
Tya : “ O injih bu menawi mekaten Tya badhe nyobi rumiyen.”
B. Farla : “ Semangat ya anak ku selagi kau mempunyai kemauan pasti di situ ada jalan.”
Tya : “ Iya, makasih banyak Bu Farla.”
B. Farla : ” Iya sama-sama selagi ibu bisa membantu peserta didik ibu pasti ibu akan membantu. O ya kalau kamu minat mengikuti PMDK yang ibu sarankan tadi, besok berkas mu dikumpulin di ruang BK ya, Ibu tunggu sampai pukul 10.00 WIB!”
Tya : “ Iya bu.”
Setelah berbincang bincang dengan Bu Farla Tya akhirnya berpikiran untuk melanjutkan studinya. Orangtua Tya juga sangat mendukung Tya. Keesokan harinya Tya mengumpulkan berkas itu di ruang BK. Untuk mendapatkan pengumuman siapa yang lolos dalam PMDK Tya harus menunggu selama dua minggu. Waktu dua minggu itu membuat perasaan Tya menjadi was-was dan berharap namanya ada di papan pengumuman siswa yang diterima melalui jalur PMDK. Rasa cemas, takut, was-was semua ada dalam diri Tya karena melihat saingannya yang begitu banyak, walaupun demikian tetapi Tya tetap optimis kalau namanya akan tertera di pengumuman itu. Waktu dua minggu yang telah dinanti-nanti akhirnya tiba dan hasilnya nihil. Nama Tya Prasetya tidak tertera di pengumuman itu. Rasa kecewa yang mendalam pada diri Tya membuat Tya patah semangat. Pulang sekolah berita yang kurang menggembirakan ini disampaikan oleh Tya kepada kedua orangtuanya. Kedua orangtuanya pun kecewa, tetapi kekecewaannya ini tidak dilihatkan pada anak kesayangannya. Walaupun orangtua Tya berkata ia tidak merasa kecewa, tetapi Tya paham akan sorot mata orangtua Tya yang tidak bisa dibohongi, terutama ibunda Tya. Mengingat hal yang seperti itu akhirnya terbersit dalam benak Tya kalau dia akan bekerja dulu selama satu sampai dua tahun untuk mengumpulkan biaya kuliah kelak. Dua hari kemudian ada sahabat Tya yang mengajak Tya unuk mengikuti tes SNMPTN. Mendengar ajakan sahabatnya Tya langsung menolak untuk tidak mengikuti ajakan itu. Sahabatnya ingin sekali kuliah satu Universitas dengan Tya makanya dia mengajak Tya untuk mengikuti tes SNMPTN di Universitas yang sama. Tya tetap bersikukuh dengan pendiriannya untuk bekerja dulu baru melanjutkan kuliah. Sahabatnya ini mengajak dan terus mengajak Tya untuk mengikuti tes SNMPTN, rayuan terdahsyatpun sahabat Tya keluarkan untuk membujuk Tya agar dia mengikuti tes SNMPTN. Karena mendesak akhirnya Tya menceritakan apa alasannya dia tidak mau mengikuti ajakan temannya itu untuk ikut dalam tes SNMPTN. Setelah dijelaskan akhirnya sahabat Tya yang sering disesebut An-An ini paham dengan kondisi si Tya. An-An merasa kasian dengan Tya dan dia ingin sekali sedikit meringankan beban sahabatnya ini. Keesokan paginya Tya diajak jalan-jalan sama An-An, Tya pun menerima ajakan itu dan saat istirahat di tempat makan, mereka berbicara ringan dan pada saat itu An-An menawarkan solusi yang sangat menarik untuk Tya. An-An ingin membayarkan Tya biaya tes SNMPTN. Mendengar tawaran yang ditawarkan sahabatnya Tya merasa senang tak terkira tetapi Tya diam sejenak dia berpikir untuk tidak mau selalu merepotkan orang lain. An-An terus membujuk Tya agar mengikuti tes SNMPTN, Tya akhirnya menerima ajakan sahabatnya. Saat itu mereka memilih dua jurusan yang berbeda Tya memilih pendidikan Bahasa Indonesia sedangkan An-An memilih Pendidikan Geografi, mereka sengaja memilih satu universitas yaitu Universitas Negeri Semarang. Setelah menunggu sekian lama, kini tiba saatnya pengumuman tiba. Pengumuman di tampilkan di internet sejak pukul 08.00 WIB. Untuk mengetahui hasilnya Tya dan An-An bergegas pergi ke warung internet terdekat untuk melihat apakan nama mereka tercantum di pengumuman itu atau tidak. Hasilnya mereka berdua memiliki nasib yang berbeda, saat membuka halaman di salah satu web pengumuman hasil tes SMNPTN nama An-An terdapat di nomor 217 diantara siswa yang diterima di SNMPTN dan ternyata Tya mengalami kegagalan yang kesekian kalinya. Nama dia tidak tertera dalam daftar calon mahasiswa di perguruan tinggi itu. Putus asa, yah itu rasa yang sempat menghinggapi Tya. Dia merasa bahwa dia ditakdirkan untuk tidak melanjutkan kuliah dulu, tetapi setelah direnungkan Tya merasa mau jadi apa kelak kalau hanya bekerja yang hasilnya pun juga belum tentu menjanjikan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Awal-awal liburan sekolah setelah ujian salah satu tetangga Tya yang memiliki bimbel datang ke rumah keluarga Tya. Orang itu disambut dengan senang hati oleh keluarga Tya. Wajah yang nampak sumringah itu lalu dipersilakan duduk. Tepatnya di ruang tamu mereka membahas tentang akan adanya pekerjaan untuk Tya walaupun gajinya tidak seberapa. Sedikit perbincangan mereka yang masih terekam dalam memori Tya yaitu dia diajak untuk mengajar di salah satu bimbel. Tya senang sekali mendengar berita itu, saat ia mencari kerja saat itu pula ada orang yang menawarkan kerja. Ibarat pepatah pucuk dicinta ulam tiba. Ibu dan ayah Tyapun mendengar hal itu langsung spontan untuk mengeluarkan kata “Iya, terima saja tawaran dari Ibu Ines itu nak”. Tya memikirkan masak-masak tawaran untuk mengambil sebuah keputusan. Dia memang sedang membutuhkan pekerjaan, tetapi bekal untuk mengajar belum dia peroleh karena pada saat itu dia hanyalah lulusan SMA. Namun dalam diri Tya, Tya percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan hal itu. Sudah berlalu sekitar dua minggu, dia sudah merasa apakah dia terus mengajar sedangkan gaji yang dia terima sangat kecil yaitu hanya Rp 240.000,- per tiga minggu. Uang segitu hanya untuk mencukupi kebutuhan dalam dua minggu saja kurang, apalagi untuk mencukupi kebutuhan lain pasti sangat kurang. Keputusan berada pada Tya lagi, akhirnya dia keluar dari bimbel itu dan istirahat di rumah selama satu hari.
Malampun tiba. Tya bergegas ke kamar tidur untuk membaringkan badannya di kasur yang melekat dengan tanah. HP tergeletak di samping dia memejamkan mata. Saat dia mulai terlelap, HP miliknya bergetar, lalu dia ambil HP itu dan dia buka sms. Ternyata yang sms adalah Bu Farla, guru BK Tya yang selalu mengarahkan Tya. Dalam sms itu Bu Farla berkata,
“Anak ku yang ibu banggakan ternyata PMDK yang di Universitas Negeri Yogyakarta masih dibuka, ini masih ada dua lowongan untuk pendaftar calon mahasiswa jalur PMDK lewat sekolah, jika dirimu masih menginginkan kuliah coba saja mengikuti jalur yang ini, siapa tahu diterima, toh tidak ada salahnya mencoba. Kalau Tya berminat besok temui ibu di ruang BK jam istirahat ya nanti ibu jelaskan prosedur dan syaratnya apa saja untuk mengikuti jalur itu.”
Setelah membaca sms dari Bu Farla yang cukup menggembirakan, Tya pun langsung membalas sms itu ” Iya bu Tya akan mencobanya, terima kasih atas informasinya bu.”
Keesokan harinya Tya berangkat ke sekolah dengan membawa berkas-berkas untuk menghadap Bu Farla. Jam istirahat telah tiba Bu Farla dan Tya berbincang-bincang kecil sebelum membahas masalah inti dari tujuan Tya menemui Bu Farla. Beberapa menit kemudian percakapan mereka tiba pada inti pembicaraan, mereka membahas masalah lanjutan studi Tya. Bu Farla memberikan selembar pamflet, tepatnya adalah brosur informasi penerimaan mahasiswa baru Universitas Negeri Yogyakarta. Brosur itu dibaca lebih lanjut oleh dia, sebenarnya dia berminat tapi ada satu kendala untuk mengikuti PMDK itu, karena sejak dulu orangtua Tya selalu berpesan pada Tya, kalau saja anaknya diterima di perguruan tinggi jangan sampai diterima di Jogjakarta, tetapi dalam benak Tya kalau mencoba gak ada salahnya, jadi Tya tetap melanjutkan tekadnya untuk mendaftar PMDK di Universitas Negeri Yogyakarta. Bulan demi bulan telah terlewati pengumuman itu tak kunjung tiba. Semua universitas se Indonesia yang menyelenggarakan PMDK sudah mengeluarkan pengumuman siapa saja yang lolos seleksi dan yang tidak lolos seleksi. Berbeda dengan Universitas Negeri Yogyakarta. Universitas ini justru adem ayem tidak ada berita sama sekali. Tya pun mulai resah apakah kabar yang seperti kabar-kabar sebelumnya akan terulang lagi. Padahal teman-teman Tya sudah mapan mendapatkan Universitas Negeri walaupun kebanyakan tidak sesuai dengan minat mereka. Waktu berkisar antara dua sampai tiga bulan, tiba saatnya pada bulan ketiga seteleh pendaftaran PMDK UNY itu. Hari demi hari Tya lalui untuk mendapatkan apa yang dia cita-citakan yaitu mendapatkan PMDK di Universitas Negeri. Tiba saatnya pengumuman PMDK UNY. Siang itu Tta sedang melihat TV bersama bundanya di ruang tamu, HP Tya yang berada di meja bordering, ternyata ada telpon dari Bu Farla. Isi dari telpon itu menyatakan bahwa Tya lolos PMDK di UNY. Tya sempat tidak percaya, tetapi setelah dijelaskan oleh sang guru maka ia percaya bahwa ia benar-benar diterima di Universitas Negeri Yogyakarta. Kabar menggembirakan ini disampaikan oleh Tya kepada anggota keluarganya, merekapun turut merasakan kebahagiaan seperti apa yang dirasakan Tya. Satu bulan telah berlalu, Tya berangkat ke Jogja untuk mengenyam pendidikan. Memasuki semester pertama, serangkaian acara telah Tya lalui, mulai dari OSPEK, mengikuti organisasi, dan aktif dalam perkuliahan. Tya tergolong mahasiswa aktif, dia sering mengikuti kegiatan kampus baik itu akademik maupun ekstrakurikuler. Prestasi yang dia cetak juga sangat membanggakan. Dia mendapatkan IP tinggi, sukses mengikuti kepanitiaan dalam sebuah organisasi, karyanya juga sudah banyak. Satu kebanggaan Tya yang dulu Tya dambakanpun terwujud yaitu mendapatkan beasiswa. Beasiswa yang dia perolehpun tergolong dalam beasiswa mahasiswa berprestasi. Tya sangat berprestasi di Universitas Negeri Yogyakarta. Selain mendapatkan beasiswa dia juga aktif dalam ekstrakurikuler penelitian, karyanyapun sudah banyak dikenal orang, sehingga sekarang Tya menjadi bintang kampus. Beasiswa yang Tya peroleh sangat berpengaruh terhadap prestasi Tya, karena dengan perolehan beasiswa itu Tya dapat meringankan beban orangtuanya dan dapat mencukupi kebutuhan perkuliahan dan kebutuhan sehari-harinya. Mulai saat itulah Tya merasakan betapa bermanfaatnya menjadi orang yang memiliki tekad tinggi dan selalu bersemangat untuk sukses. Selain kesuksesan ini Tya yang dulunya adalah gadis kecil kini telah menjadi gadis dewasa yang mulai serius menjalin hubungan. Saat berkuliah di Universitas Negeri Yogyakarta semester awal Tya sudah mulai tertarik pada lawan jenis yang kebetulan anak itu adalah teman sekelasnya. Rasa yang Tya rasakan ternyata sama dengan yang cowok itu rasakan. Mereka sama-sama suka, hingga akhirnya pada pertengahan semester dua Tya dan sebut saja si David, mereka menjadi sepasang kekasih. Si David ini juga seorang mahasiswa aktif dan berprestasi, mereka memiliki kesamaan dalam prinsip yaitu sama-sama bersemangat dan sama-sama rajin. Hingga sekarang mereka berpacaran hampir setahun dan mereka berdua mencetak prestasi yang membanggakan dalam satu kelompok karya.
Dahulu Tya dan orangtua Tya yang sempat berpikiran bahwa Yogyakarta itu termasuk kota yang berkonotasi negative, ditepiskan oleh tekad, niat justru pikiran itu menjadi sebuah motivasi untuk berkarya denag berpikir positif. Dengan pemikiran seperti itulah maka Tya sukses dalam dunia akademik dan non akademik. Kuliahnya sukses, dan Tya juga mendapatkan cinta sejatinya. Semenjak kebahagiaan itulah selalu nampak di wajah Tya senyum kebahagiaan, yang setiap waktu alam pun melihat dan menjadi saksi mekarnya hati Tya. Alampun bersaksi akan adanya tawa Tya yang terkembang setelah berjuta rintang menerjang menghadang asa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar